HarianBorneo.com, SAMARINDA – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Samarinda mempertemukan Wali Kota Samarinda Andi Harun dengan Ketua Bapemperda DPRD Samarinda Samri Shaputra dalam diskusi publik di Cafe Bagios pada Rabu, (23/2/2023).
Keduanya dipertemukan dalam rangka mengupas tuntas permasalahan penetapan Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang dilalui tanpa rapat paripurna bersama badan legislasi.
Pada kesempatan itu, Samri menyatakan pihaknya tidak pernah melakukan pembahasan terkait Rancangan Perda RTRW bersama Pemkot Samarinda.
Lanjut Samri, usai mendapatkan surat terusan pada Januari lalu dan telah mendiskusikan bersama pihak Realestat Indonesia (REI) Kaltim, hasilnya menunjukkan bahwa 50 persen pihak pengembang mengajukan peninjauan kembali (PK).
“Mereka mengatakan perda RTRW ini ibarat dikasih nasi kotak, tapi nggak tahu apa rasanya,” kata Samri.
Bapemperda menganggap bahwa hasil dari PK yang digarap oleh Dinas PUPR Samarinda belum sepenuhnya tersampaikan kepada sebagian besar pengembang, termasuk masyarakat yang memiliki lahan.
“Tapi secara tiba-tiba pada 13 Februari, Bapemperda Samarinda diminta untuk mengesahkan raperda tersebut. Makanya kami ingin tahu di RTRW itu bagaiamana, kami perlu pendalaman agar tidak ceroboh,” ketusnya.
Menanggapi pernyataan Ketua Bapemperda DPRD Samarinda, Wali Kota Samarinda, Andi Harun menerangkan, bahwa pembahasan RTRW terbaru terlu lama dan tak kunjung usai. Telah melalui dua kali pergantian wali kota dan DPRD.
Hal ini berdampak dengan tertundanya banyak urusan pembangunan karena terkendala status lahan yang ada di RTRW tersebut.
Oleh sebab itu, ketika rapat paripurna yang seharusnya menjadi mementum pengesahan RTRW namun kandas lantaran tidak kuorum, maka ia pun menggunakan haknya sebagai kepala daerah untuk menetapkan Raperda RTRW tersebut.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 tahun 2015 tentang pembentukan produk hukum daerah.
“Kalau dikatakan kami belum sinkronisasi, sebenarnya sudah. Tidak mungkin dari pusat (kementerian ATR/BPN) memberikan rekomendasi kalau Raperda ini bertentangan dengan provinsi,” tegasnya. (TA/Adv/PemkotSamarinda)