HarianBorneo.com, SAMARINDA — Perkembangan teknologi informasi di era digital saat ini memberikan pengaruh besar terhadap kehidupan dan perilaku masyarakat di seluruh dunia. Keberadaan teknologi ini membawa banyak kemudahan, terutama dalam hal interaksi sosial dan penyebaran informasi secara cepat dan luas.
Namun, di balik manfaat yang ditawarkan, teknologi informasi juga sering disalahgunakan untuk tujuan negatif. Tidak sedikit orang yang memanfaatkan media sosial untuk menyebarkan ujaran kebencian, hinaan, bahkan berita bohong (hoaks), yang berpotensi merugikan individu maupun kelompok tertentu. Krisis etika dalam berkomunikasi digital pun menjadi salah satu tantangan utama di era informasi ini.
Salah satu dampak negatif dari penyalahgunaan teknologi adalah maraknya kasus bullying atau perundungan. Istilah ini merujuk pada tindakan menyakiti atau memperlakukan orang lain secara tidak baik, yang biasanya ditujukan kepada individu yang dianggap lemah atau berbeda.
Yang lebih memprihatinkan, fenomena bullying kini telah merambah ke dunia maya, dan dikenal sebagai cyberbullying. Cyberbullying adalah bentuk perundungan yang dilakukan melalui platform digital, seperti pesan teks, suara, gambar, maupun komentar di media sosial. Tindakan ini dapat terjadi kapan saja dan di mana saja, serta sering kali berdampak lebih luas karena tersebar dengan cepat dan sulit dikendalikan.
Melihat fenomena ini, penting bagi semua pihak—baik pemerintah, lembaga pendidikan, maupun keluarga—untuk lebih aktif dalam membina etika penggunaan teknologi informasi. Edukasi literasi digital dan penanaman nilai-nilai moral harus menjadi fondasi agar perkembangan teknologi membawa manfaat, bukan malah menjadi sumber masalah sosial baru.
Sekretaris Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Darlis Pattalongi, menyampaikan keprihatinannya atas meningkatnya kasus bullying di kalangan pelajar, khususnya di wilayah Samarinda. Ia menekankan bahwa persoalan ini tak bisa hanya dilihat dari sisi perkembangan teknologi semata.
Menurut Darlis, menyalahkan kehadiran teknologi bukanlah jalan keluar. Ia menilai bahwa kurangnya keseimbangan dalam penggunaan teknologi digital di lingkungan pendidikan turut menjadi penyebab utama maraknya kasus bullying, terutama di ranah dunia maya.
“Menyalahkan teknologi atau menolak perkembangan digital bukanlah solusi, hal itu malah akan menyebabkan kerusakan,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa fenomena perundungan di ruang digital merupakan dampak dari pemanfaatan teknologi yang tidak disertai pembinaan karakter. Oleh karena itu, ia menegaskan pentingnya peran lembaga pendidikan dan keluarga dalam membentuk etika dan sikap siswa di era digital.
“Penggunaan digital yang tidak pada tempatnya menjadi pelajaran bagi kita semua,” lanjutnya.
Darlis juga mendorong adanya peningkatan upaya advokasi dan edukasi dari pemerintah serta institusi pendidikan agar pelajar mampu berinteraksi secara sehat di ruang digital.
“Peran orang tua juga penting agar perilaku putra-putrinya saat menggunakan teknologi digital bisa lebih bertanggung jawab dan diarahkan untuk hal-hal yang mendukung pendidikan,” pungkasnya.
Ia berharap sinergi antara pemerintah, sekolah, dan keluarga dapat menjadi kunci dalam menciptakan lingkungan belajar yang aman dan bebas dari tindakan perundungan, baik di dunia nyata maupun maya. (DPRDKaltim/Adv/IKH).