HarianBorneo.com, SAMARINDA — Keberhasilan beberapa daerah di Kalimantan Timur (Kaltim) dalam mewujudkan cakupan kesehatan semesta (Universal Health Coverage/UHC) dinilai sebagai langkah penting yang layak mendapat apresiasi tinggi.
Meski demikian, Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Agusriansyah Ridwan, mengingatkan agar Pemerintah Provinsi tidak mengurangi dukungan fiskal terhadap daerah-daerah yang telah mampu mencapai target tersebut secara mandiri. Ia menilai, pencapaian UHC oleh daerah seperti Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Timur merupakan hasil dari keberanian mengambil kebijakan anggaran yang berpihak pada kesehatan masyarakat.
Agusriansyah menekankan pentingnya peran provinsi dalam memberikan dorongan lebih lanjut, terutama kepada daerah yang telah membuktikan komitmennya dalam pembiayaan layanan kesehatan. Menurutnya, bentuk dukungan tidak harus berupa penggantian iuran jaminan kesehatan, tetapi dapat diberikan dalam bentuk bantuan program penguatan layanan, mulai dari peningkatan infrastruktur, pelatihan sumber daya manusia kesehatan, hingga edukasi publik tentang pentingnya pola hidup sehat.
“Kalau daerah sudah berani mandiri anggaran demi UHC, provinsi jangan malah lepas tangan. Justru ini momen untuk memberi semangat dengan insentif atau dukungan lain,” ujar Agusriansyah.
Ia juga menyoroti bahwa anggaran tambahan tersebut bisa difokuskan pada pengembangan layanan preventif yang dinilai lebih efisien dan berdampak jangka panjang dibandingkan pendekatan kuratif semata.
“Daerah bisa gunakan dana tambahan itu untuk memperluas layanan kesehatan berbasis preventif, bukan hanya kuratif. Ini jauh lebih strategis untuk jangka panjang,” katanya.
Sebagai wakil rakyat dari daerah pemilihan Bontang, Kutai Timur, dan Berau, Agusriansyah menyampaikan bahwa dirinya telah menyaksikan langsung bagaimana daerah-daerah mampu berinovasi dalam sektor kesehatan ketika mendapatkan keleluasaan fiskal dan dukungan politik yang memadai.
Ia memperingatkan bahwa menarik kembali dukungan hanya karena suatu daerah dianggap sudah mandiri berpotensi memudarkan semangat reformasi layanan kesehatan. Menurutnya, tindakan semacam itu bukan akan mendorong efisiensi, melainkan dapat menghentikan kemajuan yang telah dicapai.
“Saat dukungan anggaran dicabut, maka yang terjadi bukan efisiensi, tapi stagnasi. Kita ingin layanan publik terus naik kelas, bukan berhenti hanya karena urusan anggaran,” tegasnya.
Sebagai solusi, Agusriansyah mendorong Pemerintah Provinsi untuk menyusun skema insentif fiskal berbasis capaian kinerja daerah dalam sektor kesehatan. Ia meyakini bahwa pendekatan semacam ini akan menumbuhkan semangat kompetitif yang sehat dan memacu daerah untuk terus melakukan perbaikan layanan.
Ia menegaskan bahwa keberhasilan mencapai UHC bukan akhir dari perjuangan, melainkan awal dari transformasi menyeluruh dalam sistem layanan kesehatan menuju arah yang lebih inklusif dan berkualitas.
“Keberhasilan mencapai UHC jangan dilihat sebagai garis akhir. Justru ini titik awal untuk transformasi layanan kesehatan yang lebih maju dan menyentuh masyarakat luas,” pungkasnya. (DPRDKaltim/Adv/IKH).