HarianBorneo.com, SAMARINDA – Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) sampai saat ini masih tergolong wilayah yang rawan akan bencana kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Kondisi geografis menjadi kendala utama upaya penanggulangan bencana Karhutla di Benua Etam.
Ketua Badan Pembantukan Peraturan Daerah (Bapemperda) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltim, Rusman Ya’qub menyampaikan, payung hukum yang mengikat sangat diperlukan untuk meminimalisir terjadinya bencana Karhutla di Benua Etam
Sebagai informasi, data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kaltim menunjukkan total jumlah kasus Karhutla pada Tahun 2024 sebanyak 414 kejadian, yang terbesar di Kabupaten Paser sebanyak 109 kejadian, disusul Berau dan Kutai Kartanegara masing-masing 59 kejadian, di Kutai Barat 51 kejadian dan terakhir Samarinda sebanyak 36 kejadian.
Rusman menjelaskan, Raperda tentang Penanggulangan Karhutla ini nanti bakal mengatur sistem penanggulangan serta upaya mengoptimalkan tugas dan fungsi BPBD sebagai leading sektor agar kejadian kebakatan hutan dan lahan di Kaltim bisa diminimalisir atau dapat diatasi dengan cepat.
“Termasuk bagaimana pembentukan tim penanggulangan Karhutla, sebab tidak bisa hanya dibebankan kepada satu pihak saja yang dalam hal ini BPBD misalnya, tetapi lintas sektor juga diperlukan keterlibatannya seperti dinas kehutanan dan lainnya,” jelasnya.
Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini mengatakan, bencana Karhutla memilik dampak yang mempengaruhi fungsi ekologis, ekonomi, bahkan sosial dan budaya masyarakat.
“Dari puluhan dan ratusan hektare hutan dan lahan yang terbakar misalnya, berapa produksi udara yang berkurang karenanya,” ucapnya, Rabu (20/03/2024).
Terakhir, Rusman menambahkan bahwa, sangat diperlukan adanya dukungan pemerintah pusat terkait dengan penggunaan teknologi yang muktahir salah satunya modifikasi cuaca hingga kelengkapan sarana dan prasarana pendukung untuk menanggulangi bencana Karhutla yang terus menghantui Kaltim. (MF/Adv/DPRDKaltim)