HarianBorneo.com, SAMARINDA – Polemik ganti rugi lahan di Kelurahan Simpang Pasir, Kecamatan Palaran, Samarinda belum kunjung usai.
Bahkan, warga diketahui sempat menutup jalan penghubung Simpang Pasir-Rapak Dalam, Samarinda Seberang. Akibatnya, kendaraan besar tidak dapat melintas di jalur itu.
Aksi penutupan akses jalan ini pun tak kunjung membuat warga mendapatkan hak yang telah dijanjikan oleh Pemerintah Daerah.
Sebab itu, beberapa waktu lalu perwakilan warga mendatangi kantor DPRD Kaltim untuk menyampaikan aspirasinya.
Pihak Legislatif Karang Paci (sebutan DPRD Kaltim) menerima kedatangan warga dan melakukan rapat dengar pendapat (RDP). RDP ini dihadiri langsung oleh Wakil Ketua Komisi III DPRD Kaltim, Seno Aji.
Kepada awak media, Seno Aji menyampaikan bahwa pihaknya akan mencoba menjembatani masalah yang terjadi antara warga dan pemerintah.
“Saya menilai bahwa hak masyarakat tetap harus dibayar apalagi sudah ingkrah di Mahkamah Agung. Dan saya yakin Pemprov juga mempunyai semangat yang sama,” kata Seno Aji, Senin (7/11/2022).
Sebagai informasi, warga diketahui sempat menutup jalan penghubung Simpang Pasir- Rapak Dalam, Samarinda Seberang. Akibatnya, kendaraan besar tidak dapat melintas di jalur itu.
Seno menjelaskan, gugatan warga atas lahan telah mendapat putusan kasasi dari Mahkamah Agung, dalam hal kewajiban Pemprov Kaltim dan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk melakukan pembayaran ganti rugi lahan kepada 118 Kepala Keluarga (KK) transmigran.
Merespon persoalan itu, DPRD Kaltim segera melakukan pembahasan dan komunikasi bersama Gubernur Kaltim.
“Saya akan minta Komisi yang membidangi yakni Komisi IV untuk memfasilitasi permintaan masyarakat ini sehingga dapat didudukkan bersama antara keinginan warga dan pemerintah. Yang penting tidak ada penumpang gelap yang ikut serta di permasalahan ini,” tegasnya.
Sementara itu dikonfirmasi terpisah, perwakilan masyarakat transmigran Simpang Pasir, Slamet mengaku, sejak tahun 1973 sampai dengan 1974 masyarakat transmigran dijanjikan memiliki lahan sekitar 2 hektare meliputi 5.000 meter persegi untuk permukiman dan 1,5 hektare untuk perkebunan, ternyata sampai saat ini hanya setengah hektar yang bersertifikat.
“Yang 1,5 hektare belum ada kepastiannya, bahkan pemerintah hanya memberikan janji-janji saja,” ungkapnya.
Dia menambahkan, masyarakat hanya menuntut pembayaran hak lahan mereka yang saat ini telah menjadi Stadion Utama Palaran.
Lahan yang dijanjikan masyarakat ada seluas 1,5 hektare untuk satu KK dan masyarakat menuntut pembayaran sebesar Rp 500 juta untuk 118 KK dari jumlah keseluruhan 223 KK.(Rf/Adv/DPRDKaltim)