HarianBorneo.com, SAMARINDA – Polemik penyerobotan lahan terus terjadi di Benua Etam. Kali ini salah satu perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan harus bersitegang dengan warga Desa Kerayaan, Kecamatan Sangkulirang, Kabupaten Kutai Timur.
Dugaan penyerobotan lahan ini telah terjadi sejak 2008 silam. Lahan seluas 430 hektare milik masyarakat tiba-tiba ditanami pohon kelapa sawit oleh pihak perusahaan. Beberapa tahun berselang, tepatnya pada 2015, kelapa sawit yang ditanam mulai memasuki masa panen.
ihak perusahaan mulai melakukan penggusuran pada lahan seluas 430 hektar, setelah itu 4 tahun kemudian PT WIN mulai melakukan penanaman pada lahan tersebut hingga tepatnya pada 2015 merupakan masa panen pertama dari kelapa sawit yang ditanami. Sayangnya yang memperoleh keuntungan dari hal itu hanyalah pihak perusahaan, sementara pemilik lahan justru tak mendapat apa-apa.
Pada akhirnya warga Desa Kerayaan yang mengklaim memiliki lahan tersebut mempermasalahkan ini kepada pemerintah. Tercatat berkali-kali upaya mediasi dilakukan, namun tak kunjung membuahkan hasil. Padahal warga hanya meminta ganti rugi lahan yang diserobot oleh pihak perusahaan.
Puncaknya pada Selasa (7/3), polemik antara kedua belah pihak ini akhirnya ditengahi oleh DPRD Kaltim. Bertempat di Gedung E Lantai 1 DPRD Kaltim, perwakilan warga dan perusahaan saling bertatap muka untuk menyelesaikan masalah yang terjadi.
Ditemui usai rapat, Anggota Komisi I DPRD Kaltim, M Udin menerangkan, setidaknya luasan lahan yang diduga terkena dampak penyerobotan itu sebesar 430 hektar. Akibat penyerobotan yang ada, sejumlah masyarakat yang terdiri dari Kelompok Tani Karya Desa Kerayaan tidak dapat mencari nafkah.
“Dapat dikatakan penyerobotan karena pihak perusahaan tanpa ada izin menggarap lahan masyarakat menjadi perkebunan kelapa sawit. Yang masyarakat inginkan saat ini hanya dapat diganti rugi,” tutur Udin, Selasa (7/3).
Politisi Golkar ini pun menyayangkan tidak adanya itikad baik dari pihak perusahaan. Hal itu terlihat dari berlarut-larutnya penyelesaian masalah ini. Padahal persoalan tersebut sudah pernah 4 kali dilakukan pertemuan, tetapi masih saja tidak berujung sesuai harapan dan pihak perusahaan tidak mengindahkan rekomendasi yang dibuat.
Oleh sebab itu, dalam pertemuan ini DPRD Kaltim memberikan batas waktu dua pekan bagi pihak perusahaan untuk membahas mekanisme ganti rugi kepada masyarakat, atau opsi lain yang disetujui kedua belah pihak.
“Kami akan terus mengawal masalah ini. Apabila perusahaan melanggar, maka kami akan meminta instansi atau kementerian terkait agar tidak memperpanjang HGU (Hak Guna Usaha) perusahaan,” tegasnya. (NF/Adv/DPRDKaltim)