HarianBorneo.com, SAMARINDA – Polemik antara Pemkot Samarinda dan Bapemperda DPRD Samarinda terkait Raperda RTRW terus berlanjut.
Menanggapi hal tersebut, Ketua TWAP (Tim Wali Kota untuk Percepatan Pembangunan) Kota Samarinda, Safaruddin mengatakan bahwa pihaknya telah melihat surat perintah dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional Direktorat Jenderal Tata Ruang yang memberikan arahan terkait dengan tindak lanjut rancangan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Samarinda.
Surat itu bernomor 155/UM-200.PB07.01/II/2023. Bersifat segera dan tertanggal 3 Februari 2023 lalu.
Ada tiga poin yang dijabarkan Kementerian ATR/BPN untuk bisa ditindaklanjuti oleh Pemkot Samarinda.
Poin pertama, yakni pemerintah kota wajib menetapkan Rancangan Peraturan Daerah tentang RTRW menjadi Peraturan Daerah dalam waktu maksimal paling lama dua bulan setelah mendapat surat persetujuan substansi dari Menteri ATR/BPN.
Kedua, ditulis bahwa batas waktu penetapan peraturan daerah Kota Samarinda tentang RTRW Kota Samarinda selambat-lambatnya tanggal 13 Februari 2023.
Terakhir, Pemkot Samarinda diharapkan untuk segera menetapkan Peraturan Daerah dimaksud.
Di poin tembusan, ada empat pihak yang juga mendapatkan tembusan surat itu, yakni Dirjen Tata Ruang Kementerian ATR/BPN, Gubernur Kaltim, Wali Kota Samarinda dan juga pihak DPRD Samarinda melalui Ketuanya
Perihal adanya surat itulah yang kemudian dijabarkan Safaruddin. Dalam hal ini, ia menuturkan bahwa, Pemkot Samarinda hanya mengikuti apa yang diminta oleh pusat untuk ditindaklanjuti.
“Tak elok, ketika Pemkot yang telah dikirimi surat oleh pemerintah pusat, tetapi justru tak melakukan hal itu atau juga memperlambat apa yang diinginkan oleh pemerintah pusat,” ujarnya, Kamis (16/2/2023).
Pemerintah pusat telah menggariskan tanggal 13 Februari, maka semua pihak di daerah berkewajiban menyelesaikannya pada tanggal 13 tersebut.
“Termasuk sebenarnya DPRD, karena kedudukan hukum menurut tata negara, DPRD itu sebagai unsur penyelenggara,” ucapnya.
Mengenai adanya kabar bahwa DPRD juga telah melakukan konsultasi ke Depdagri untuk persoalan ini, disampaikan, bahwa hal itu tak bisa mengesampingkan hukum tertulis yang ada pada surat dari Kementerian ATR/ BPN itu.
“Bahwa ada yang menyebut hasil konsultasi dengan Depdagri, itu tak bisa mengesampingkan hukum tertulis. Dan tidak ada hasil konsultasi secara tertulis yang disampaikan dari Depdagri, sehingga kita harus ikut pada hukum yang tertulis. Yang tertulis itu, dibatasi hingga tanggal 13 (Februari),” ujarnya.
“Iya, karena ini masalah lex spesialis. Kita juga diikat asas, kalau sudah pusat yang menentukan maka yang di bawah yang bersifat prosedural atau aturan di bawah itu semua bisa dikesampingkan, dengan menganut asas lex superior derogate legi inferiori,” katanya. (TA/Adv/PemkotSamarinda)