HarianBorneo.com, SAMARINDA – Anggota Komisi IV DPRD Kota Samarinda, Ismail Latisi, menyampaikan penolakan keras terhadap praktik jual beli buku pelajaran di sekolah negeri. Ia menyebut tindakan tersebut sebagai bentuk pungutan liar (pungli) yang melanggar kebijakan pendidikan dasar gratis.
“Sudah ada edaran resmi dari pemerintah yang melarang jual beli buku di sekolah. Jika masih terjadi, itu jelas pelanggaran,” tegas Ismail.
Menurutnya, praktik ini kerap muncul setelah proses belajar mengajar dimulai, ketika pengawasan melemah. Karena itu, ia mendorong pengawasan ketat di seluruh sekolah negeri, terutama pasca pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB).
“Biasanya ini muncul setelah tahun ajaran berjalan. Kita semua harus ikut mengawasi,” ujarnya.
Ismail juga memastikan DPRD akan terus berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan untuk menindaklanjuti setiap laporan masyarakat terkait pungutan di sekolah. Jika ditemukan pelanggaran, pihak sekolah akan dipanggil untuk dimintai klarifikasi.
“Kalau ada laporan pungutan, sekolah harus menjelaskan. Kami tidak akan diam,” tambahnya.
Ia menegaskan bahwa pendidikan dasar gratis adalah hak seluruh anak dan tanggung jawab negara. Setiap bentuk pungutan, termasuk kewajiban membeli buku, harus dihentikan agar tidak menimbulkan kesenjangan sosial.
“Ini bukan cuma soal biaya, tapi soal keadilan. Jangan sampai ada anak yang merasa tertinggal hanya karena tak mampu beli buku,” terang Ismail.
Terakhir kata dia, penghapusan pungutan liar merupakan bagian dari komitmen bersama antara legislatif dan eksekutif untuk memperbaiki sistem pendidikan di Kota Samarinda. (RD/Adv/DPRDSamarinda)