HarianBorneo.com, SAMARINDA – Kurangnya fasilitas dan pelatihan bagi Relawan Tanggap Bencana di tingkat kelurahan memicu keprihatinan DPRD Kota Samarinda.
Komisi III menilai, peran vital relawan belum diimbangi dengan perhatian dan dukungan yang memadai dari pemerintah kota.
Hal itu dikatakan langsung oleh, Anggota Komisi III DPRD Samarinda, M. Andriansyah, yang menilai bahwa eksistensi relawan kebencanaan semestinya menjadi bagian penting dalam sistem mitigasi risiko bencana.
Namun faktanya, mereka masih bekerja dalam keterbatasan, baik dari sisi sarana maupun keahlian.
“Relawan bukan hanya pelengkap dalam penanggulangan bencana, mereka adalah ujung tombak. Tapi sampai saat ini, belum ada pelatihan berkala atau perlengkapan keselamatan yang layak disediakan untuk mereka,” ujar Andriansyah.
Ia menekankan bahwa peran relawan di lapangan sangat krusial dalam kondisi darurat, seperti saat terjadi banjir, kebakaran, maupun tanah longsor. Namun tanpa perlindungan yang layak, keselamatan mereka sendiri pun menjadi taruhannya.
Lebih dari sekadar alat pendukung, menurut Andriansyah, perlu ada pendekatan menyeluruh untuk membangun budaya siaga bencana di masyarakat. Salah satunya dengan memasukkan edukasi kebencanaan ke dalam kegiatan rutin organisasi masyarakat seperti PKK, karang taruna, hingga program sekolah.
“Kesiapsiagaan itu harus dibentuk dari tingkat rumah tangga. Kesadaran kolektif akan mempercepat respons dan mengurangi risiko,” tegasnya.
Ia pun menegaskan pentingnya menjadikan program Kelurahan Tanggap Bencana sebagai prioritas dalam kebijakan strategis Pemerintah Kota Samarinda, bukan hanya sebagai program seremonial tahunan. Penguatan kapasitas relawan, penyusunan SOP evakuasi, hingga simulasi berkala dinilai sangat penting dilakukan secara berkelanjutan.
“Jangan tunggu bencana baru sibuk bertindak. Kita perlu bergerak dari sekarang melalui evaluasi menyeluruh terhadap kesiapan tiap kelurahan,” tambahnya.
Komisi III DPRD berkomitmen untuk terus mendorong kebijakan penanggulangan bencana yang konkret dan berbasis kebutuhan lapangan.
Andriansyah juga mendesak agar penganggaran untuk mendukung relawan diperhatikan serius dalam penyusunan APBD, serta mengusulkan adanya regulasi yang secara khusus mengatur standar perlindungan dan pelatihan bagi relawan.
“Relawan harus diperlakukan sebagai aset, bukan cadangan. Mereka berhak atas perlindungan, pelatihan, dan dukungan penuh dari pemerintah,” terangnya.
Terakhir kata dia, dengan perhatian yang lebih serius, pihaknya berharap Samarinda dapat membentuk sistem penanggulangan bencana yang tangguh, mulai dari lingkungan terkecil hingga skala kota. (RD/Adv/DPRDSamarinda)