Harianborneo.com – Usai disahkannya Undang-undang Ibu Kota Negara (UU IKN), selanjutnya akan diikuti aturan turunan, yakni Peraturan Presiden (Perpres) terkait penyelenggara pemerintahan di kawasan yang akan berbentuk Badan Otorita tersebut. Di mana untuk penunjukkan Kepala Otorita IKN, sepenuhnya menjadi hak prerogatif Presiden RI, sebagaimana diatur dalam UU IKN.
Ya, dalam UU IKN Pasal 9 Ayat 1 dikatakan,
Otorita IKN dipimpin oleh Kepala Otorita IKN dan dibantu oleh seorang Wakil Kepala Otorita IKN yang ditunjuk, diangkat dan diberhentikan langsung oleh Presiden setelah berkonsultasi dengan DPR. Tentu bukan perkara mudah untuk menunjuk pemimpin di Daerah Khusus IKN ini. Sejumlah nama pun mencuat, di antaranya ada mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Abdullah Azwar Anas, Bambang Brodjonegoro, Tumiyana dan Ridwan Kamil.
Belakangan, Jokowi melemparkan isyarat, kriteria calon Kepala Badan Otorita IKN adalah seseorang yang berpengalaman memimpin daerah dan berlatar belakang arsitektur. Syarat spesifik ini kemudian mengerucutkan nama-nama itu mengarah pada, Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil dan Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini, di mana keduanya memiliki latar pendidikan arsitek. Meski menjadi hak prerogatif kepala negara, tetapi publik tetap mempunyai hak untuk memberikan masukan.
Terkait hal ini, Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Barisan Muda Daerah (Barmuda), H Anderiy Syachrum, mengaku sepakat dengan apa yang disampaikan Presiden Jokowi. Bahwa calon Kepala Badan Otorita IKN, memiliki background arsitektur dan berpengalaman dalam memimpin daerah. Anderiy menganggap kriteria itu sudah cukup ideal dalam mengawal pembangunan IKN.
“Tapi di sisi lain, kami berharap untuk calon wakil Kepala Badan Otorita IKN, melibatkan figur asli Kalimantan yang juga berpengalaman sebagai kepala daerah,” harap Anderiy.
Menurutnya, masukan ini layak dipertimbangkan oleh presiden, agar dalam struktur penyelenggara badan otorita ada keterwakilan tokoh Kalimantan. Figur lokal dinilai lebih memahami kondisi sosial budaya serta lingkungan masyarakat. Sehingga dapat mengambil peran penting dalam mensukseskan proses pembangunan IKN
“Perlu dipahami, ini bukan menunjukkan ego kedaerahan, tapi memang suatu kebutuhan bagi struktur badan otorita IKN. Sebagai upaya menciptakan kolaborasi antara tokoh nasional dan daerah dalam suksesi pembangunan di IKN,” urai Anderiy.
Selain itu, seperti kerap dikhawatirkan masyarakat Kalimantan dan Katim pada khususnya, bahwa masyarakat lokal hanya akan menjadi penonton dalam proses pemindahan dan pembangunan IKN. Maka dengan adanya keterwakilan tokoh lokal dalam struktur IKN, sekaligus menjawab semua kekhawatiran tersebut.
Barmuda menginginkan perpindahan IKN menjadi titik balik kemajuan Indonesia. Maka menjadi penting, kebijakannya dikemas secara baik dan mempertimbangkan segala aspek. Mencakup keterwakilan figur daerah, sehingga dapat meminimalisir potensi kritik dan riak dari warga lokal.
Ada beberapa tokoh asli Kalimantan yang menurut penilaian Barmuda layak dipertimbangkan untuk menjadi wakil ketua badan otorita. Di antaranya ada nama Sultan Haji Khairul Saleh, Hadi Muliyadi dan Marthin Billa. Nama pertama merupakan Sultan Banjar yang kini menduduki posisi sebagai wakil ketua Komisi III DPR RI. Ia juga pernah dua periode sebagai bupati Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan (Kalsel).
Selanjutnya, ada nama wakil gubernur Kaltim saat ini. Hadi dinilai DPP Barmuda memiliki peran penting dalam proses perpindahan IKN. Sehingga layak dipertimbangkan untuk posisi tersebut. Terakhir ada nama Marthin Billa, yang saat ini tercatat sebagai anggota DPD RI. Marthin pernah menjabat sebagai bupati Kabupaten Malinau selama 2 periode, 2001-2011. Kini ia juga dipercaya sebagai Presiden Majelis Adat Dayak Nasional.
“Ketiga nama ini layak menduduki posisi strategis dalam struktur badan otorita IKN,” Anderiy memungkasi. (***)